Belajar
merupakan aktivitas individu yang melakukan belajar, yaitu proses kerja faktor
internal. Menurut Peaget belajar adalah proses penyesuaian atau adaptasi
melalui asimilasi dan akomodasi antara stimulasi dengan unit dasar kognisi
seseorang yang oleh Peaget menjadi schema. Menurut pandangan psikologi
behavioristik merupakan akibat adanya interaksi antara stimulus dan respon.
Seseorang dianggap telah belajar sesuatu jika yang bersangkutan dapat
menunjukkan perubahan perilakunya. Menurut teori ini yang penting dalam belajar adalah input yang
berupa stimulus dan output yang berupa respon.
Jika ditinjau dari konsep atau teori, teori
behavioristik ini tentu berbeda dengan teori yang lain. Hal ini dapat kita
lihat dalam pembelajaran sehari-hari dikelas. Ada berbagai asumsi atau pandangan yang muncul
tentang teori behavioristik. Teori
behavioristik memandang bahwa belajar adalah mengubah tingkah laku siswa
dari tidak bisa menjadi bisa, dari tidak
mengerti menjadi mengerti, dan tugas guru adalah mengontrol stimulus dan
lingkungan belajar agar perubahan mendekati tujuan yang diinginkan
Adapun tujuan
penulisan yang ingin dicapai adalah sebagai berikut:
1.Mengetahui
pengertian teori belajar behavioristik
2.Mengetahui
fungsi- fungsi mengenai teori behavioristik
3.Mengetahui
tujuan teori belajar behavioristik
4..Mengetahui
tingkat tingkat teori belajar behavioristik
Menurut james O. Whittaker (Djamarah, Syaiful Bahri
, Psikologi Belajar; Rineka Cipta; 1999)
Belajar adalah
suatu proses dimana perilaku yang dihasilkan atau dimodifikasi melalui
pelatihan atau pengalaman.
Winkel
Belajar adalah
aktivitas mental atau psikis, yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan
lingkungan yang menghasilkan perubahan dalam pengetahuan, pemahaman,
keterampilan, nilai dan sikap.
Cronchbach (Djamarah, Syaiful Bahri , Psikologi
Belajar; Rineka Cipta; 1999)
Belajar
merupakan kegiatan yang ditunjukkan oleh perubahan perilaku sebagai hasil dari
pengalaman.
Jadi, dari
pendapat diatas belajar meruakan aktivitas mental atau psikis yang dihasilkan
melalui pelatihan, pengalaman secara pemahaman yang merupakan perubahan
perilaku,
Belajar motorik
adalah proses perubahan individu sebagai hasil timbal balik antara latihan dan
kondisi lingkungan (Drowazky, 1981)
Belajar motorik
adalah suatu perubahan perilaku gerak yang relatif permanen sebagai hasil dari
latihan dan pengalaman ( Oxendine, 1984)
Belajar motorik
adalah suatu proses perubahan merespons yang relatif permanen sebagai akibat
dari latihan dan pengalaman (Schmidt,
1988)
Jadi , dari
pendapat sendiri belajar motorik adalah uatu proses perubahan perilaku gerak
yang relatif permanen anatara hasil timbalik anatara latihan dan lingkungan
Menurut Thorndike,
belajar adalah proses interaksi antara stimulus dan respon. Stimulus adalah apa
yang merangsang terjadinya kegiatan belajar seperti pikiran, perasaan, atau
hal-hal lain yang dapat ditangkap melalui alat indera. Sedangkan respon adalah
reaksi yang dimunculkan peserta didik ketika belajar, yang dapat pula berupa
pikiran, perasaan, atau gerakan/tindakan. Jadi perubahan tingkah laku akibat
kegiatan belajar dapat berwujud konkrit, yaitu yang dapat diamati, atau tidak
konkrit yaitu yang tidak dapat diamati. Meskipun aliran behaviorisme sangat
mengutamakan pengukuran, tetapi tidak dapat menjelaskan bagaimana cara mengukur
tingkah laku yang tidak dapat diamati. Teori Thorndike ini disebut pula dengan
teori koneksionisme (Slavin, 2000).
Watson mendefinisikan
belajar sebagai proses interaksi antara stimulus dan respon, namun stimulus dan
respon yang dimaksud harus dapat diamati (observable) dan dapat diukur. Jadi
walaupun dia mengakui adanya perubahan-perubahan mental dalam diri seseorang
selama proses belajar, namun dia menganggap faktor tersebut sebagai hal yang
tidak perlu diperhitungkan karena tidak dapat diamati. Watson adalah seorang
behavioris murni, karena kajiannya tentang belajar disejajarkan dengan
ilmu-ilmu lain seperi Fisika atau Biologi yang sangat berorientasi pada
pengalaman empirik semata, yaitu sejauh mana dapat diamati dan diukur.
Clark Hull juga
menggunakan variabel hubungan antara stimulus dan respon untuk menjelaskan
pengertian belajar. Namun dia sangat terpengaruh oleh teori evolusi Charles
Darwin. Bagi Hull, seperti halnya teori evolusi, semua fungsi tingkah laku
bermanfaat terutama untuk menjaga agar organisme tetap bertahan hidup. Oleh
sebab itu Hull mengatakan kebutuhan biologis (drive) dan pemuasan kebutuhan
biologis (drive reduction) adalah penting dan menempati posisi sentral dalam
seluruh kegiatan manusia, sehingga stimulus (stimulus dorongan) dalam
belajarpun hampir selalu dikaitkan dengan kebutuhan biologis, walaupun respon
yang akan muncul mungkin dapat berwujud macam-macam. Penguatan tingkah laku
juga masuk dalam teori ini, tetapi juga dikaitkan dengan kondisi biologis
(Bell, Gredler, 1991)
Jadi, menurut
pendapat saya teori behavirism merupakan mempelajari stimulus dan respons (S-R
Psychology). Yang dimaksud dgn stimulus adalah semua obyek di lingkungan,
termasuk juga perubahan jaringan dalam tubuh. Respon adalah apapun yang
dilakukan sebagai jawaban terhadap stimulus, mulai dari tingkat sederhana
hingga tingkat tinggi, juga termasuk pengeluaran kelenjar. Respon ada yang
overt dan covert, learned dan unlearned.
Teori behavioristik adalah teori beraliran
behaviorisme yang merupakan salah satu aliran psikologi. Teori belajar
behavioristik ini dikenal dengan sebuah teori yang dicetuskan oleh Gage dan
Berliner tentang perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman.
Menurut teori
behavioristik, belajar adalah perubahan tingkah laku sebagai akibat dari adanya
interaksi antara stimulus dan respon. Dengan kata lain belajar merupakan bentuk
perubahan yang dialami siswa dalam hal kemampuannya untuk bertingkah laku
dengan cara yang baru sebagai hasil interaksi antara stimulus dan respon.
Seseorang
dianggap telah belajar sesuatu jika ia dapat menunjukkan perubahan tingkah
lakunya. Misalnya; siswa belum dapat dikatakan berhasil dalam belajar Ilmu
Pengetahuan Sosial jika dia belum bisa/tidak mau melibatkan diri dalam
kegiatan-kegiatan sosial seperti; kerja bakti, ronda dll.
Menurut teori
ini yang terpenting adalah :
1. Masukan atau
input yang berupa stimulus dan keluaran atau output yang berupa respons.
Stimulus adalah
apa saja yang diberikan guru kepada siswa misalnya alat perkalian, alat peraga,
pedoman kerja atau cara-cara tertentu untuk membantu belajar siswa, sedangkan
respon adalah reaksi atau tanggapan siswa terhadap stimulus yang diberikan guru
tersebut. Teori ini juga mengutamakan pengukuran, sebab pengukuran merupakan
suatu hal yang penting untuk melihat terjadi tidaknya perubahan tingkah laku
tersebut.
2. Penguatan (reinforcement)
Penguatan adalah
apa saja yang dapat memperkuat timbulnya respon. Misalnya, ketika peserta didik
diberi tugas oleh guru, ketika tugasnya ditambahkan maka ia akan semakin giat
belajarnya, maka penambahan tugas tersebut merupakan penguatan positif dalam
belajar, begitu juga sebaliknya.
Prinsip-prinsip
behaviorisme adalah :
1. Objek psikologi adalah tingkah laku
2. Semua bentuk tingkah laku dikemalikan
kepada reflek
3. Mementingkan terbentuknya kebiasaan.
Fungsi belajar motorik
Manusia dapat berpindah dari suatu tempat
ketempat yang lain,
Manusia dapat berinteraksi,
Manusia dapat mempertahankan hidup
Manusia dapat mengukur kemampuan yang
dimilikinya,
Manusia dapat merasakan suatu kegembiraan,
Manusia dapat mengungkapkan perasaan,
Manusia dapat berkomunikasi,
Manusia dapat menemukan identitas dirinya,
dan
Mendapatkan kepuasan.
Kajian tentang
gerakan manusia melibatkan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan sasaran
terwujudnya gerakan manusia yang efisien dan efektif. Efiensi gerak terkait
dengan tenaga, waktu, dan ruang.
Efektifitas terkait dengan keberhasilan yang dicapai.
Tujuan Belajar Motorik
Belajar gerak
memiliki tujuan utama pada Penguasaan keterampilan dan efisiensi gerakan.
Keterampilan menurut Singer adalah gerakan otot atau tubuh yang menyukseskan
pelaksanaan aktifitas yang diinginkan, sedangkan menurut Rusli Lutan
keterampilan adalah kompetensi yang diperagakan oleh seseorang dalam
menjalankan tugas tertentu. Demikian juga pendapat Rahtoknam bahwa keterampilan
adalah setiap aktivitas yang diarahkan pada tujuan khusus.
Keterampilan
gerak pada hakikatnya merupakan pencerminan derajat efesiensi dalam melakukan
gerakan tertentu. Gerakan terampil bisa dicapai melalui proses belajar dan
berlatih yang berulang-ulang dan spesifik pada cabang olahraga tertentu. Yang
penting dalam belajar keterampilan gerak adalah dicapainya penguasaan gerak
pada cabang olahraga yang dipelajari, sehingga tercipta pola gerak yang
terkoordinasi dan terpadu
Untuk mewujudkan
suatu keterampilan diperlukan berbagai kemampuan yang meliputi: 1) Kemampuan
gerak (motorik), 2) kemampuan persepsi, 3) kemampuan kognitif.
Kemampuan
persepsi terkait dengan kemampuan seseorang dalam mengiterpretasikan suatu
sitimulus sensorik dari panca indra dan pengorganisasiannya secara baik untuk
menjelaskan suatu aktifitas olahraga. Kemampuan persepsi terkait dengan
kemampuan visual (penglihatan), kinestetis (merasakan), taktis (sentuhan), dan
auditori (pendengaran).
Kemampuan
kognitif terkait dengan proses pengambilan keputusan yang diawali dengan
pemahaman tentang teknik gerak yang benar. Pemahaman tentang teknik gerak yang
benar akan mempercepat penguasaan dan meningkatkan kualitas gerakan yang
dilakukan.
Perpaduan antara
kemampuan gerak, kemampuan persepsi, dan kemampuan kognitif secara baik dan
mewujudkan keterampilan yang pada hakekatnya merupakan pencerminan derajat
efisiensi efektifitas dalam melakukan gerakan olahraga. Untuk mewujudkan
keterampilan gerak yang lebih baik, maka diperlukan proses belajar dan latihan
secara teratur dan berkesinambungan.
Tingkat – tingkat belajar motorik
Fase belajar
motorik adalah suatu fase yang menggambarkan keadaan penguasaan keterampilan
motorik seseorang dalam dalam melaksanakan gerakan-gerakan olahraga. Bertujan
untuk mengoptimalkan semua gerakan sesuai dengan cabang olah raga yang
diambil/dilatih, baik tentang penguasaan teknik, taktik, dan mental dalam pencapaian
tujuan yang diinginkan.
Fase belajar
motorik tingkat kedua merupakan fase penguasaan keterampilan motorik koordinasi
halus. Fase ini adalah fase belajar setelah individu belajar secara kasar. Di
fase ini bisa juga disebut dengan fase lanjutan dari fase pertama.
Proses belajar motorik
Gerak manusia
dipengaruhi oleh beberapa aspek kehidupan yang berlangsung selama manusia
menjalani kehidupannya antara
lain¨pengaruh aspek gizi yang baik atau kurang baik, manusia yang gizinya baik
akan memiliki kapasitas gerak yang tinggi di bandingkan dengan orang yang
kekurangan gizi, perkembangan antara anak laki-laki dan perempuan sudah mulai
terlihat perkembangan fisiknya, terutama pada saat menjelang reproduksi,
perkembangan kemampuan fisik bagi anak laki-laki dan perempuan mulai ada perbedaan antara lain perkembangan
kekuatan pria lebih tinggi dibandingkan dengan perkembangan kekuatan wanita,
sejalan dengan meningkatnya ukuran tubuh dan meningkatnya kemampuan fisik maka
meningkat pula kemampuan gerak anak besar, berbagai kemampuan gerak dasar yang
sudah mulai bisa dilakukan pada masa anak kecil semakin dikuasai. Peningkatan
kemampuan gerak bisa diidentifikasi dalam bentuk : 1) gerakan bisa dilakukan
dengan mekanika tubuh yang makin efisien , 2) gerakan bisa dilakukan dengan
semakin lancar dan terkontrol, 3) pola atau bentuk gerakan semakin bervariasi,
4) gerakan semakin bertenaga.
Beberapa macam
gerakan yang mulai bisa dilakukan apabila anak memperoleh kesempatan
melakukannya pada masa anak-anak, gerakan-gerakan tersebut semakin dikuasai
dengan baik. Kecepatan perkembangannya sangat dipengaruhi oleh kesempatan yang
diperoleh untuk melakukan berulang-ulang dalam aktivitasnya. Anak-anak yang
kurang dalam kesempatan melakukan aktivitas fisik akan mengalami hambatan untuk
berkembang.
Di dalam
melakukan suatu gerakan keterampilan ada kalanya menghadapi lingkungan yang
berubah-ubah, berdasarkan keadaan kondisi lingkungan seperti itu, gerakan
keterampilan bisa dikategorikan menjadi dua yaitu :1) keterampilan gerak tertutup
(closed skill) adalah keterampilan gerak dimana pelaksanaanya terjadi pada
kondisi lingkungan yang tidak berubah dan stimulus geraknya timbul dari diri si
pelaku sendiri, 2) keterampilan gerak terbuka (open skill) adalah keterampilan
gerak dimana dalam pelaksanaannya terjadi pada kondisi lingkungan yang
berubah-ubah dan pelaku bergerak menyesuaikan dengan stimulus yang timbul dari
lingkungan bisa bersifat temporal dan bersifat spesial ( Sugiyanto dan
Sudjarwo, 1993:250-251).
Tujuan belajar Behaviorism
Tujuan
pembelajaran menurut teori Behavioristik ditekankan pada penambahan
pengetahuan, sedangkan belajar sebagai aktivitas “mimetic” yang menuntun siswa
untuk mengungkapkan kembali pengetahuan yang sudah dipelajari. Maka dengan
memberikan stimulus yang berupa pertanyaan baik lisan maupun tertulis,
tes/kuis, latihan maupun tugas-tugas, guru dapat memahami sejauh mana siswa
dapat menyerap mata pelajaran yang telah diajarkan oleh guru. Evaluasi
menekankan pada respon pasif, keterampilan secara terpisah, biasanya
menggunakan paper atau pencil test. Evaluasi hasil belajar menuntun satu
jawaban benar. Maksudnya, bila siswa menjawab “benar” sesuai dengan keinginan
guru, hal ini menunjukkan bahwa siswa telah menyelesaikan tugas belajarnya.
Evaluasi belajar dipandang sebagai bagian yang terpisah dari kegiatan
pembelajaran, dan biasanya dilakukan setelah selesai kegiatan pembelajaran.
Teori ini menekankan evaluasi pada kemampuan siswa secara individual.
Penerapan
stimulus teori Behavioristik dalam proses pembelajaran yaitu setelah siswa
mengikuti suatu pembelajaran, siswa dapat menjelaskan dan menguraikan kembali
apa yang materi apa yang telah diberikan oleh guru. Dengan materi yang
dipilah-pilah (Skinner) ke dalam pokok bahasan, sub pokok bahasan, topik dan
lainnya maka akan lebih mudah guru menyampaikan materinya. Dalam tahap kegiatan
pembelajaran agar siswa lebih cepat untuk memudahkan pemahaman terhadap siswa
maka guru dapat mempergunakan contoh-contoh, gambar-gambar, dalam berbagai
media dan metode yang dipergunakan dalam menyampaikan materi konsep
“Diskriminatif stimulus” (Skinner). Selain itu teori Skinner juga menyatakan
bahwa dengan penguatan (Reinforcement) dapat merubah kebiasaan-kebiasaan dari peserta
didik. Misalnya anak didik yang bisa mencapai prestasi yang maksimal maka
dengan memberikan penguatan seperti berupa acungan jempol maka anak itu akan
tambah bersemangat dalam belajarnya. Karakteristik atau perilaku peserta didik
akan terpengaruh oleh kebiasaan-kebiasaan “Intervening variabel” (Hull).
Misalnya seorang peserta didik yang satu dengan yang lainnya akan berbeda
karakteristiknya akan terpengaruh oleh kebiasaan-kebiasaan dari lingkungan
sekitarnya. Jadi disini guru dengan memahami karakteristik peserta didiknya
maka ia akan lebih mudah menerima materi yang diberikan dari guru. Contohnya
anak didik yang suka dalam belajarnya berkelompok jadi guru disini dapat
mempergunakan metode dengan cara berdiskusi. Dalam pernyataan (Guthrie) bahwa
hukuman “punishment” yang sangat mempengaruhi kebiasaan-kebiasaan atau perilaku
peserta didik, disini guru memberikan hukuman yang bersifat positif dan tidak
menimbulkan kekerasan/hukuman fisik bagi anak didik, misalnya memberikan tugas
tambahan, menyuruh siswa membuat laporan sesuai dengan materi yang diajarkan
dan masih banyak yang lainnya.
Teori
behavioristik dengan model hubungan stimulus responnya, memposisikan orang yang
belajar sebagai individu yang pasif. Respon atau perilaku tertentu dengan
menggunakan metode penelitian atau pembiasaan semata. Munculnya perilaku akan
semakin kuat apabila diberikan penguatan dan akan menghilang jika diberikan
hukuman.
Belajar
merupakan akibat adanya interaksi antara stimulus dan respon ( Slavin, 2000 :
143 ). Seseorang dianggap telah belajar sesutu jika dia dapat menunjukan
perubahan perilakunya. Menurut teori ini dalam belajar yang penting adalah
input yang berupa stimulus dan output yang berupa respon. Stimulus adalah apa
saja yang diberikan guru kepada pebelajar ( siswa ), sedangkan respon berupa
reaksi atau tanggapa pebelajar ( siswa ) terhadap stimulus yang diberikan oleh
guru tersebut.
Proses yang
terjadi sekarang antara stimulus dan respon tidak penting untuk diperhatikan
karena tidak dapat diamati dan tidak dapat diukur. Yang dapat diamati adalah
stimulus dan respon, oleh karena itu apa yang diberikan guru ( stimulus ) dan
apa yang diterima oleh pebelajar / siswa berupa respon harus dapat diamati dan
diukur . Teori ini mengutamakan pengukurann, sebab pengukuran merupakan suatu
hal penting untuk melihat terjadi atau tidaknya perubahan tingkah laku
tersebut.
Sebagaimana
telah dipaparkan bahwa teori behavioristik merupakan salah satu pendekatan
untuk memahami perilaku individu , memandang individu dari sisi jasmani dan
mengabaikan aspek-aspek mental. Dengan kata lain behavioristik tidak mengakui
adanya kecerdasan, bakat, minat dan perasaan individu dalam suatu belajar.
Peristiwa belajar semata-mata melatih refleks-refleks sedemikian rupa sehingga
menjadi kebiasaan yang dikuasai individu.
Beberapa hukum
belajar yang dihasilkan dari pendekatan behavioristik, diantaranya :
1.
Connectionisme ( S-R Bond ) menurut Thorndike
Dari eksperimen
yang dilakukan Thorndike terhadap kucing, menghasilkan hukum-hukum belajar (
Nyayu khadijah 2009 : 63 ) diantaranya :
a. Law of
Effect, artinya bahwa jika sebuah respon menghasilkan efek yang memuaskan, maka
hubungan stimulus dan respon akan semakin kuat. Sebaliknya semakin tidak
memuaskan efek yang dicapai respon, maka semakin lemah pula hubungan yang terjadi
antara stimulus dan respon.
b. Law of
Readines, bahwa kesiapan mengacu pada asumsi, kepuasan organisme itu berasal
dari pemberdayagunaan satuan pengantar ( conduction unit ), dimana unit-unit
itu menimbulkan kecendrungan yang mendorong organisme untuk berbuat atau tidak
berbuat sesuatu.
c. Law of
Exercise, artinya bahwa hubungan antara stimulus dengan respon akan semakin
bertambah erat, jika sering dilatih dan akan semakin berkurang apabila jarang
atau tidak dilatih.
2. Classical Conditioning
menurut Ivan Pavlov
Dari eksperimen
yang dilakukan Pavlov terhadap seekor anjing menghasilkan hukum-hukum belajar,
diantaranya :
a. Law of Respondent
Conditioning, yakni hukum pembiasaan yang dituntut. Jika dua macam stimulus
dihadirkan secara simultan ( yang salah satunya berfungsi sebagai reinforce ),
maka refleks dan stimulus lainya akan meningkat.
b. Law of
Respondent Extinction, yakni hukum pemusnahan yang dituntut. Jika refleks yang
sudah diperkuat melalui respondent conditioning itu didatangkan kembali tanpa
menghadirkan reinforce, maka kekuatannya akan menurun.
3. Operant Conditioning menurut B.F.Skiner
Dari eksperimen
yang dilakukan B.F Siner terhadap tikus dan selanjutnya terhadap burung merpati
menghasilkan hukum-hukum belajar, diantaranya :
a. Law of
operant conditioning, yaitu jika timbulnya perilaku diiringi dengan stimulus
penguat, maka kekuatan perilaku tersebut akan meningkat.
b. Law of
operant extinction, yaitu jika timbulnya perilaku operant telah diperkuat
melalui proses conditioning itu tidak diiringi stimulus penguat, maka kekuatan
perilaku tersebut akan menurun bahkan musnah.
Reber ( Muhibin
Syah, 2003 ) menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan operant adalah sejumlah
perilaku yang membawa efek sama terhadap lingkungan. Respon dalam operant
conditioning terjadi tanpa didahului oleh stimulus, melainkan oleh efek yang
ditimbulkan oleh reinforcer. Reinforcer itu sendiri pada dasarnya adalah
stimulus yang meningkatkan kemungkinan timbulnya sejumlah respon tertentu,
namun tidak sengaja diadakan sebagai pasangan stimulus lainya seperti dalam
classical conditioning.
4. Sosial learning menurut Albert Bandura
Teori belajar
social atau disebut juga teori observational learning adal;ah sebuah teori
belajar yang relative masi baru dibandingkan dengan teori-teori belajar
lainnya. Berbeda dengan penganut behaviorisme lainya, Bandura memandang
perilaku individu tidak semata-mata repleks otomatis atas stimulus ( S-R Bond
), melainkan juga akibat reaksi yang timbul sebagai akibat reaksi yang timbul
sebagai hasil interaksi antara lingkungan dengan skema kognitif individu itu
sendiri. Prinsif dasar menurut teori ini, bahwa yang dipelajari individu terutama
dalam belajar social dan moral terjadi melalui peniruan ( imitasion ) dan
penyajian contoh perilaku ( modeling ). Teori ini juga masih memandang
pentingnya conditioning, melalui pemberian reward dan punishment. Seorang
individu akan berfikir dan memutuskan perilaku sosial mana yang perlu
dilakukan.
Aplikasi teori
behavioristik dalam kegiatan pembelajaran tergantung dari beberapa hal seperti
: tujuan pembelajaran, karakteristik pebelajar ( siswa ), sifat materi
pelajaran, media dan fasilitas pembelajaran yang tersedia. Pembelajaran yang
dirancang dan berpijak pada teori behavioristik memndang bahwa pengetahuan
adalah obyektif, pasti,tetap, tidak berubah. Pengetahuan telah terstruktur
dengan rapi sehingga belajar adalah perolehan pengetahuan, sedangkan mengajar
adalah memindahkan pengetahuan ( transfer of knowledge ) ke orang yang belajar.
Fungsi mind atau fikiran adalah untuk menjiplak struktur pengetahuan yang sudah
ada melalui proses berfikir yang dapat dianalisah dan dipilah, sehingga makna
yang dihasilkan dari proses berfikir seperti ini ditentukan oleh karakteristrik
struktur pengetahuan tersebut. Siswa diharapkan akan memiliki pemahaman yang
sama terhadap pengetahuan yang diajarakan. Artinya, apa yang dipahami oleh
pengajar atau guru itulah yang harus dipahami oleh siswa.
Demikianlah
halnya dalam pembelajaran, siswa dianggap sebagai objek pasif yang selalu
membutuhkan motivasi dan penguatan dari pendidik. Oleh karena itu, para
pendidik mengembangkan kurikulum yang terstruktur dengan menggunakan standar-standar
tertentu dalam proses pembelajaran yang harus dicapai oleh siswa. Begitu juga
dalam proses evaluasi belajar siswa diukur hanya pada hal-hal yang nyata dan
dapat diamati sehingga hal-hal yang bersifat tidak teramati kurang dijangkau
dalam proses evaluasi.
Implikasi dari
teori behavioristik dalam proses pembelajaran dirasakan kurang member ruang
gerak yang bebas bagi siswa untuk berkreasi, bereksperimentasi dan
mengembangkan kemampuannya sendiri. Karena system pembelajaran tersebut
bersifat otomatis-mekanisme dalam menghubungkan stimulus dan respon sehingga
terkesen seperti kinerja mesin atau robot. Akibatnya siswa kurang mampu
berkembang sesuai dengan potensi yang ada pada diri mereka.
Karena teori
behavioritik memandang bahwa pengetahuan telah terstruktur rapidan teratur,
maka siswa atau orang yang belajar harus dihadapakan pada aturan-aturan yang
jelas dan ditetapkan terlebih dahulu secara ketat. Pembiasaan dan disiplin
menjadi sangat esensial dalam belajar, sehingga siswa lebih banyak dikaitkan
dengan penegakan disiplin. Kegagalan atau ketidak mampuan dalam penambahan
pengetahuan dikategorikan sebagai kesalahan yang perlu dihukum dan keberhasilan
belajar atau kemampuan dikategorikan sebagai bentuk perilaku yang pantas diberi
hadiah. Demikian juga, ketaatan pada peraturan dipandang sebagai penentu
keberhasilan belajar. Siswa atau peserta didik adlah objek yang berperilaku
sesuai dengan aturan, sehingga control belajar harus dipegang oleh system yang
berada diluar diri siswa
Behavioristik
merupakan salah aliran psikologi yang memandang individu hanya dari sisi
fenomena jasmaniah, dan mengabaikan aspek–aspek mental. Dengan kata lain,
behaviorisme tidak mengakui adanya kecerdasan, bakat, minat dan perasaan individu
dalam suatu belajar.
Menurut teori
ini, peristiwa belajar semata-mata melatih refleks-refleks sedemikian rupa
sehingga menjadi kebiasaan yang dikuasai individu. Refleks yang bisa meberikan
respons kepada peserta didik dalam proses pembelajaran.
Kaum behavioris
menjelaskan bahwa belajar sebagai suatu proses perubahan tingkah laku dimana
reinforcement dan punishment menjadi stimulus untuk merangsang pebelajar dalam
berperilaku. Tujuan pembelajaran menurut teori behavioristik ditekankan pada
penambahan pengetahuan, sedangkan belajar sebagai aktivitas mimetic, yang
menuntut pembelajar untuk mengungkapkan kembali pengetahuan yang sudah
dipelajari dalam bentuk laporan, kuis, atau tes.
Saran yang dapat
penulis sampaikan dari makalah ini, sebaiknya dalam proses pembelajaran di
sekolah-sekolah tidak cenderung menggunakan teori belajar behaviorisme pada
semua jenjang pendidikan karena teori ini hanya berpusat pada guru dan siswa
tidak diberikan kesempatan untuk mengembangkan daya imajinasinya sehingga siswa
cenderung menjadi pasif dan kurang kreatif, dan teori belajar behaviorisme
sekarang ini hanya pas digunakan untuk melatih anak-anak yang membutuhkan
dominasi orang dewasa.
Pengertian,
prinsip, perkembangan, dan gerak motorik untuk teori pembelajaran hendaknya
dipahami oleh para pendidik atau calon pendidik dan diterapkan dalam dunia
pendidikan dengan benar, sehingga tujuan pendidikan akan benar-benar dapat
dicapai. Dengan memahami berbagai teori belajar, prinsip-prinsip pembelajaran
dan pengajaran, pendidikan yang berkembang di bangsa kita niscaya akan
menghasilkan output-output yang berkualitas yang mampu membentuk manusia
Indonesia seutuhnya
No comments:
Post a Comment