Saturday, May 16, 2020

Teori Belajar Behaviorism Dalam Pembelajaran Pendidikan Jasmani Tingkat SMP

PENDAHULUAN

Belajar merupakan aktivitas individu yang melakukan belajar, yaitu proses kerja faktor internal. Menurut Peaget belajar adalah proses penyesuaian atau adaptasi melalui asimilasi dan akomodasi antara stimulasi dengan unit dasar kognisi seseorang yang oleh Peaget menjadi schema. Menurut pandangan psikologi behavioristik merupakan akibat adanya interaksi antara stimulus dan respon. Seseorang dianggap telah belajar sesuatu jika yang bersangkutan dapat menunjukkan perubahan perilakunya. Menurut teori ini yang  penting dalam belajar adalah input yang berupa stimulus dan output yang berupa respon.
 Jika ditinjau dari konsep atau teori, teori behavioristik ini tentu berbeda dengan teori yang lain. Hal ini dapat kita lihat dalam pembelajaran sehari-hari dikelas. Ada  berbagai asumsi atau pandangan yang muncul tentang teori behavioristik. Teori  behavioristik memandang bahwa belajar adalah mengubah tingkah laku siswa dari tidak  bisa menjadi bisa, dari tidak mengerti menjadi mengerti, dan tugas guru adalah mengontrol stimulus dan lingkungan belajar agar perubahan mendekati tujuan yang diinginkan

Adapun tujuan penulisan yang ingin dicapai adalah sebagai berikut:
1.Mengetahui pengertian teori belajar behavioristik
2.Mengetahui fungsi- fungsi mengenai teori behavioristik
3.Mengetahui tujuan teori belajar behavioristik
4..Mengetahui tingkat tingkat teori belajar behavioristik







PEMBAHASAN

Menurut james O. Whittaker (Djamarah, Syaiful Bahri , Psikologi Belajar; Rineka Cipta; 1999)
Belajar adalah suatu proses dimana perilaku yang dihasilkan atau dimodifikasi melalui pelatihan atau pengalaman.
Winkel
Belajar adalah aktivitas mental atau psikis, yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan yang menghasilkan perubahan dalam pengetahuan, pemahaman, keterampilan, nilai dan sikap.
Cronchbach (Djamarah, Syaiful Bahri , Psikologi Belajar; Rineka Cipta; 1999)
Belajar merupakan kegiatan yang ditunjukkan oleh perubahan perilaku sebagai hasil dari pengalaman.
Jadi, dari pendapat diatas belajar meruakan aktivitas mental atau psikis yang dihasilkan melalui pelatihan, pengalaman secara pemahaman yang merupakan perubahan perilaku,
Belajar motorik adalah proses perubahan individu sebagai hasil timbal balik antara latihan dan kondisi lingkungan (Drowazky, 1981)
Belajar motorik adalah suatu perubahan perilaku gerak yang relatif permanen sebagai hasil dari latihan dan pengalaman ( Oxendine, 1984)
Belajar motorik adalah suatu proses perubahan merespons yang relatif permanen sebagai akibat dari latihan dan pengalaman (Schmidt, 1988)
Jadi , dari pendapat sendiri belajar motorik adalah uatu proses perubahan perilaku gerak yang relatif permanen anatara hasil timbalik anatara latihan dan lingkungan
Menurut Thorndike, belajar adalah proses interaksi antara stimulus dan respon. Stimulus adalah apa yang merangsang terjadinya kegiatan belajar seperti pikiran, perasaan, atau hal-hal lain yang dapat ditangkap melalui alat indera. Sedangkan respon adalah reaksi yang dimunculkan peserta didik ketika belajar, yang dapat pula berupa pikiran, perasaan, atau gerakan/tindakan. Jadi perubahan tingkah laku akibat kegiatan belajar dapat berwujud konkrit, yaitu yang dapat diamati, atau tidak konkrit yaitu yang tidak dapat diamati. Meskipun aliran behaviorisme sangat mengutamakan pengukuran, tetapi tidak dapat menjelaskan bagaimana cara mengukur tingkah laku yang tidak dapat diamati. Teori Thorndike ini disebut pula dengan teori koneksionisme (Slavin, 2000).
Watson mendefinisikan belajar sebagai proses interaksi antara stimulus dan respon, namun stimulus dan respon yang dimaksud harus dapat diamati (observable) dan dapat diukur. Jadi walaupun dia mengakui adanya perubahan-perubahan mental dalam diri seseorang selama proses belajar, namun dia menganggap faktor tersebut sebagai hal yang tidak perlu diperhitungkan karena tidak dapat diamati. Watson adalah seorang behavioris murni, karena kajiannya tentang belajar disejajarkan dengan ilmu-ilmu lain seperi Fisika atau Biologi yang sangat berorientasi pada pengalaman empirik semata, yaitu sejauh mana dapat diamati dan diukur.
Clark Hull juga menggunakan variabel hubungan antara stimulus dan respon untuk menjelaskan pengertian belajar. Namun dia sangat terpengaruh oleh teori evolusi Charles Darwin. Bagi Hull, seperti halnya teori evolusi, semua fungsi tingkah laku bermanfaat terutama untuk menjaga agar organisme tetap bertahan hidup. Oleh sebab itu Hull mengatakan kebutuhan biologis (drive) dan pemuasan kebutuhan biologis (drive reduction) adalah penting dan menempati posisi sentral dalam seluruh kegiatan manusia, sehingga stimulus (stimulus dorongan) dalam belajarpun hampir selalu dikaitkan dengan kebutuhan biologis, walaupun respon yang akan muncul mungkin dapat berwujud macam-macam. Penguatan tingkah laku juga masuk dalam teori ini, tetapi juga dikaitkan dengan kondisi biologis (Bell, Gredler, 1991)
Jadi, menurut pendapat saya teori behavirism merupakan mempelajari stimulus dan respons (S-R Psychology). Yang dimaksud dgn stimulus adalah semua obyek di lingkungan, termasuk juga perubahan jaringan dalam tubuh. Respon adalah apapun yang dilakukan sebagai jawaban terhadap stimulus, mulai dari tingkat sederhana hingga tingkat tinggi, juga termasuk pengeluaran kelenjar. Respon ada yang overt dan covert, learned dan unlearned.
   Teori behavioristik adalah teori beraliran behaviorisme yang merupakan salah satu aliran psikologi. Teori belajar behavioristik ini dikenal dengan sebuah teori yang dicetuskan oleh Gage dan Berliner tentang perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman.
Menurut teori behavioristik, belajar adalah perubahan tingkah laku sebagai akibat dari adanya interaksi antara stimulus dan respon. Dengan kata lain belajar merupakan bentuk perubahan yang dialami siswa dalam hal kemampuannya untuk bertingkah laku dengan cara yang baru sebagai hasil interaksi antara stimulus dan respon.
Seseorang dianggap telah belajar sesuatu jika ia dapat menunjukkan perubahan tingkah lakunya. Misalnya; siswa belum dapat dikatakan berhasil dalam belajar Ilmu Pengetahuan Sosial jika dia belum bisa/tidak mau melibatkan diri dalam kegiatan-kegiatan sosial seperti; kerja bakti, ronda dll.
Menurut teori ini yang terpenting adalah :
1. Masukan atau input yang berupa stimulus dan keluaran atau output yang berupa respons.
Stimulus adalah apa saja yang diberikan guru kepada siswa misalnya alat perkalian, alat peraga, pedoman kerja atau cara-cara tertentu untuk membantu belajar siswa, sedangkan respon adalah reaksi atau tanggapan siswa terhadap stimulus yang diberikan guru tersebut. Teori ini juga mengutamakan pengukuran, sebab pengukuran merupakan suatu hal yang penting untuk melihat terjadi tidaknya perubahan tingkah laku tersebut.
2.   Penguatan (reinforcement)
Penguatan adalah apa saja yang dapat memperkuat timbulnya respon. Misalnya, ketika peserta didik diberi tugas oleh guru, ketika tugasnya ditambahkan maka ia akan semakin giat belajarnya, maka penambahan tugas tersebut merupakan penguatan positif dalam belajar, begitu juga sebaliknya.
Prinsip-prinsip behaviorisme adalah :
1.        Objek psikologi adalah tingkah laku
2.        Semua bentuk tingkah laku dikemalikan kepada reflek
3.        Mementingkan terbentuknya kebiasaan.
Fungsi belajar motorik
    Manusia dapat berpindah dari suatu tempat ketempat yang lain,
    Manusia dapat berinteraksi,
    Manusia dapat mempertahankan hidup
     Manusia dapat mengukur kemampuan yang dimilikinya,
    Manusia dapat merasakan suatu kegembiraan,
    Manusia dapat mengungkapkan perasaan,
    Manusia dapat berkomunikasi,
    Manusia dapat menemukan identitas dirinya, dan
    Mendapatkan kepuasan.
Kajian tentang gerakan manusia melibatkan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan sasaran terwujudnya gerakan manusia yang efisien dan efektif. Efiensi gerak terkait dengan tenaga, waktu, dan  ruang. Efektifitas terkait dengan keberhasilan yang dicapai.

Tujuan Belajar Motorik
Belajar gerak memiliki tujuan utama pada Penguasaan keterampilan dan efisiensi gerakan. Keterampilan menurut Singer adalah gerakan otot atau tubuh yang menyukseskan pelaksanaan aktifitas yang diinginkan, sedangkan menurut Rusli Lutan keterampilan adalah kompetensi yang diperagakan oleh seseorang dalam menjalankan tugas tertentu. Demikian juga pendapat Rahtoknam bahwa keterampilan adalah setiap aktivitas yang diarahkan pada tujuan khusus.
Keterampilan gerak pada hakikatnya merupakan pencerminan derajat efesiensi dalam melakukan gerakan tertentu. Gerakan terampil bisa dicapai melalui proses belajar dan berlatih yang berulang-ulang dan spesifik pada cabang olahraga tertentu. Yang penting dalam belajar keterampilan gerak adalah dicapainya penguasaan gerak pada cabang olahraga yang dipelajari, sehingga tercipta pola gerak yang terkoordinasi dan terpadu
Untuk mewujudkan suatu keterampilan diperlukan berbagai kemampuan yang meliputi: 1) Kemampuan gerak (motorik), 2) kemampuan persepsi, 3) kemampuan kognitif.
Kemampuan persepsi terkait dengan kemampuan seseorang dalam mengiterpretasikan suatu sitimulus sensorik dari panca indra dan pengorganisasiannya secara baik untuk menjelaskan suatu aktifitas olahraga. Kemampuan persepsi terkait dengan kemampuan visual (penglihatan), kinestetis (merasakan), taktis (sentuhan), dan auditori (pendengaran).
Kemampuan kognitif terkait dengan proses pengambilan keputusan yang diawali dengan pemahaman tentang teknik gerak yang benar. Pemahaman tentang teknik gerak yang benar akan mempercepat penguasaan dan meningkatkan kualitas gerakan yang dilakukan.
Perpaduan antara kemampuan gerak, kemampuan persepsi, dan kemampuan kognitif secara baik dan mewujudkan keterampilan yang pada hakekatnya merupakan pencerminan derajat efisiensi efektifitas dalam melakukan gerakan olahraga. Untuk mewujudkan keterampilan gerak yang lebih baik, maka diperlukan proses belajar dan latihan secara teratur dan berkesinambungan.

Tingkat – tingkat belajar motorik
Fase belajar motorik adalah suatu fase yang menggambarkan keadaan penguasaan keterampilan motorik seseorang dalam dalam melaksanakan gerakan-gerakan olahraga. Bertujan untuk mengoptimalkan semua gerakan sesuai dengan cabang olah raga yang diambil/dilatih, baik tentang penguasaan teknik, taktik, dan mental dalam pencapaian tujuan yang diinginkan.
Fase belajar motorik tingkat kedua merupakan fase penguasaan keterampilan motorik koordinasi halus. Fase ini adalah fase belajar setelah individu belajar secara kasar. Di fase ini bisa juga disebut dengan fase lanjutan dari fase pertama.

Proses belajar motorik
Gerak manusia dipengaruhi oleh beberapa aspek kehidupan yang berlangsung selama manusia menjalani kehidupannya  antara lain¨pengaruh aspek gizi yang baik atau kurang baik, manusia yang gizinya baik akan memiliki kapasitas gerak yang tinggi di bandingkan dengan orang yang kekurangan gizi, perkembangan antara anak laki-laki dan perempuan sudah mulai terlihat perkembangan fisiknya, terutama pada saat menjelang reproduksi, perkembangan kemampuan fisik bagi anak laki-laki dan perempuan  mulai ada perbedaan antara lain perkembangan kekuatan pria lebih tinggi dibandingkan dengan perkembangan kekuatan wanita, sejalan dengan meningkatnya ukuran tubuh dan meningkatnya kemampuan fisik maka meningkat pula kemampuan gerak anak besar, berbagai kemampuan gerak dasar yang sudah mulai bisa dilakukan pada masa anak kecil semakin dikuasai. Peningkatan kemampuan gerak bisa diidentifikasi dalam bentuk : 1) gerakan bisa dilakukan dengan mekanika tubuh yang makin efisien , 2) gerakan bisa dilakukan dengan semakin lancar dan terkontrol, 3) pola atau bentuk gerakan semakin bervariasi, 4) gerakan semakin bertenaga.
Beberapa macam gerakan yang mulai bisa dilakukan apabila anak memperoleh kesempatan melakukannya pada masa anak-anak, gerakan-gerakan tersebut semakin dikuasai dengan baik. Kecepatan perkembangannya sangat dipengaruhi oleh kesempatan yang diperoleh untuk melakukan berulang-ulang dalam aktivitasnya. Anak-anak yang kurang dalam kesempatan melakukan aktivitas fisik akan mengalami hambatan untuk berkembang.
Di dalam melakukan suatu gerakan keterampilan ada kalanya menghadapi lingkungan yang berubah-ubah, berdasarkan keadaan kondisi lingkungan seperti itu, gerakan keterampilan bisa dikategorikan menjadi dua yaitu :1) keterampilan gerak tertutup (closed skill) adalah keterampilan gerak dimana pelaksanaanya terjadi pada kondisi lingkungan yang tidak berubah dan stimulus geraknya timbul dari diri si pelaku sendiri, 2) keterampilan gerak terbuka (open skill) adalah keterampilan gerak dimana dalam pelaksanaannya terjadi pada kondisi lingkungan yang berubah-ubah dan pelaku bergerak menyesuaikan dengan stimulus yang timbul dari lingkungan bisa bersifat temporal dan bersifat spesial ( Sugiyanto dan Sudjarwo, 1993:250-251).

Tujuan belajar Behaviorism
Tujuan pembelajaran menurut teori Behavioristik ditekankan pada penambahan pengetahuan, sedangkan belajar sebagai aktivitas “mimetic” yang menuntun siswa untuk mengungkapkan kembali pengetahuan yang sudah dipelajari. Maka dengan memberikan stimulus yang berupa pertanyaan baik lisan maupun tertulis, tes/kuis, latihan maupun tugas-tugas, guru dapat memahami sejauh mana siswa dapat menyerap mata pelajaran yang telah diajarkan oleh guru. Evaluasi menekankan pada respon pasif, keterampilan secara terpisah, biasanya menggunakan paper atau pencil test. Evaluasi hasil belajar menuntun satu jawaban benar. Maksudnya, bila siswa menjawab “benar” sesuai dengan keinginan guru, hal ini menunjukkan bahwa siswa telah menyelesaikan tugas belajarnya. Evaluasi belajar dipandang sebagai bagian yang terpisah dari kegiatan pembelajaran, dan biasanya dilakukan setelah selesai kegiatan pembelajaran. Teori ini menekankan evaluasi pada kemampuan siswa secara individual.
Penerapan stimulus teori Behavioristik dalam proses pembelajaran yaitu setelah siswa mengikuti suatu pembelajaran, siswa dapat menjelaskan dan menguraikan kembali apa yang materi apa yang telah diberikan oleh guru. Dengan materi yang dipilah-pilah (Skinner) ke dalam pokok bahasan, sub pokok bahasan, topik dan lainnya maka akan lebih mudah guru menyampaikan materinya. Dalam tahap kegiatan pembelajaran agar siswa lebih cepat untuk memudahkan pemahaman terhadap siswa maka guru dapat mempergunakan contoh-contoh, gambar-gambar, dalam berbagai media dan metode yang dipergunakan dalam menyampaikan materi konsep “Diskriminatif stimulus” (Skinner). Selain itu teori Skinner juga menyatakan bahwa dengan penguatan (Reinforcement) dapat merubah kebiasaan-kebiasaan dari peserta didik. Misalnya anak didik yang bisa mencapai prestasi yang maksimal maka dengan memberikan penguatan seperti berupa acungan jempol maka anak itu akan tambah bersemangat dalam belajarnya. Karakteristik atau perilaku peserta didik akan terpengaruh oleh kebiasaan-kebiasaan “Intervening variabel” (Hull). Misalnya seorang peserta didik yang satu dengan yang lainnya akan berbeda karakteristiknya akan terpengaruh oleh kebiasaan-kebiasaan dari lingkungan sekitarnya. Jadi disini guru dengan memahami karakteristik peserta didiknya maka ia akan lebih mudah menerima materi yang diberikan dari guru. Contohnya anak didik yang suka dalam belajarnya berkelompok jadi guru disini dapat mempergunakan metode dengan cara berdiskusi. Dalam pernyataan (Guthrie) bahwa hukuman “punishment” yang sangat mempengaruhi kebiasaan-kebiasaan atau perilaku peserta didik, disini guru memberikan hukuman yang bersifat positif dan tidak menimbulkan kekerasan/hukuman fisik bagi anak didik, misalnya memberikan tugas tambahan, menyuruh siswa membuat laporan sesuai dengan materi yang diajarkan dan masih banyak yang lainnya.

Teori behavioristik dengan model hubungan stimulus responnya, memposisikan orang yang belajar sebagai individu yang pasif. Respon atau perilaku tertentu dengan menggunakan metode penelitian atau pembiasaan semata. Munculnya perilaku akan semakin kuat apabila diberikan penguatan dan akan menghilang jika diberikan hukuman.
Belajar merupakan akibat adanya interaksi antara stimulus dan respon ( Slavin, 2000 : 143 ). Seseorang dianggap telah belajar sesutu jika dia dapat menunjukan perubahan perilakunya. Menurut teori ini dalam belajar yang penting adalah input yang berupa stimulus dan output yang berupa respon. Stimulus adalah apa saja yang diberikan guru kepada pebelajar ( siswa ), sedangkan respon berupa reaksi atau tanggapa pebelajar ( siswa ) terhadap stimulus yang diberikan oleh guru tersebut.
Proses yang terjadi sekarang antara stimulus dan respon tidak penting untuk diperhatikan karena tidak dapat diamati dan tidak dapat diukur. Yang dapat diamati adalah stimulus dan respon, oleh karena itu apa yang diberikan guru ( stimulus ) dan apa yang diterima oleh pebelajar / siswa berupa respon harus dapat diamati dan diukur . Teori ini mengutamakan pengukurann, sebab pengukuran merupakan suatu hal penting untuk melihat terjadi atau tidaknya perubahan tingkah laku tersebut.
Sebagaimana telah dipaparkan bahwa teori behavioristik merupakan salah satu pendekatan untuk memahami perilaku individu , memandang individu dari sisi jasmani dan mengabaikan aspek-aspek mental. Dengan kata lain behavioristik tidak mengakui adanya kecerdasan, bakat, minat dan perasaan individu dalam suatu belajar. Peristiwa belajar semata-mata melatih refleks-refleks sedemikian rupa sehingga menjadi kebiasaan yang dikuasai individu.
Beberapa hukum belajar yang dihasilkan dari pendekatan behavioristik, diantaranya :
1. Connectionisme ( S-R Bond ) menurut Thorndike
Dari eksperimen yang dilakukan Thorndike terhadap kucing, menghasilkan hukum-hukum belajar ( Nyayu khadijah 2009 : 63 ) diantaranya :
a. Law of Effect, artinya bahwa jika sebuah respon menghasilkan efek yang memuaskan, maka hubungan stimulus dan respon akan semakin kuat. Sebaliknya semakin tidak memuaskan efek yang dicapai respon, maka semakin lemah pula hubungan yang terjadi antara stimulus dan respon.
b. Law of Readines, bahwa kesiapan mengacu pada asumsi, kepuasan organisme itu berasal dari pemberdayagunaan satuan pengantar ( conduction unit ), dimana unit-unit itu menimbulkan kecendrungan yang mendorong organisme untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu.
c. Law of Exercise, artinya bahwa hubungan antara stimulus dengan respon akan semakin bertambah erat, jika sering dilatih dan akan semakin berkurang apabila jarang atau tidak dilatih.

2. Classical Conditioning menurut Ivan Pavlov
Dari eksperimen yang dilakukan Pavlov terhadap seekor anjing menghasilkan hukum-hukum belajar, diantaranya :
a. Law of Respondent Conditioning, yakni hukum pembiasaan yang dituntut. Jika dua macam stimulus dihadirkan secara simultan ( yang salah satunya berfungsi sebagai reinforce ), maka refleks dan stimulus lainya akan meningkat.
b. Law of Respondent Extinction, yakni hukum pemusnahan yang dituntut. Jika refleks yang sudah diperkuat melalui respondent conditioning itu didatangkan kembali tanpa menghadirkan reinforce, maka kekuatannya akan menurun.

3.  Operant Conditioning menurut B.F.Skiner
Dari eksperimen yang dilakukan B.F Siner terhadap tikus dan selanjutnya terhadap burung merpati menghasilkan hukum-hukum belajar, diantaranya :
a. Law of operant conditioning, yaitu jika timbulnya perilaku diiringi dengan stimulus penguat, maka kekuatan perilaku tersebut akan meningkat.
b. Law of operant extinction, yaitu jika timbulnya perilaku operant telah diperkuat melalui proses conditioning itu tidak diiringi stimulus penguat, maka kekuatan perilaku tersebut akan menurun bahkan musnah.
Reber ( Muhibin Syah, 2003 ) menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan operant adalah sejumlah perilaku yang membawa efek sama terhadap lingkungan. Respon dalam operant conditioning terjadi tanpa didahului oleh stimulus, melainkan oleh efek yang ditimbulkan oleh reinforcer. Reinforcer itu sendiri pada dasarnya adalah stimulus yang meningkatkan kemungkinan timbulnya sejumlah respon tertentu, namun tidak sengaja diadakan sebagai pasangan stimulus lainya seperti dalam classical conditioning.

4.  Sosial learning menurut Albert Bandura
Teori belajar social atau disebut juga teori observational learning adal;ah sebuah teori belajar yang relative masi baru dibandingkan dengan teori-teori belajar lainnya. Berbeda dengan penganut behaviorisme lainya, Bandura memandang perilaku individu tidak semata-mata repleks otomatis atas stimulus ( S-R Bond ), melainkan juga akibat reaksi yang timbul sebagai akibat reaksi yang timbul sebagai hasil interaksi antara lingkungan dengan skema kognitif individu itu sendiri. Prinsif dasar menurut teori ini, bahwa yang dipelajari individu terutama dalam belajar social dan moral terjadi melalui peniruan ( imitasion ) dan penyajian contoh perilaku ( modeling ). Teori ini juga masih memandang pentingnya conditioning, melalui pemberian reward dan punishment. Seorang individu akan berfikir dan memutuskan perilaku sosial mana yang perlu dilakukan.
Aplikasi teori behavioristik dalam kegiatan pembelajaran tergantung dari beberapa hal seperti : tujuan pembelajaran, karakteristik pebelajar ( siswa ), sifat materi pelajaran, media dan fasilitas pembelajaran yang tersedia. Pembelajaran yang dirancang dan berpijak pada teori behavioristik memndang bahwa pengetahuan adalah obyektif, pasti,tetap, tidak berubah. Pengetahuan telah terstruktur dengan rapi sehingga belajar adalah perolehan pengetahuan, sedangkan mengajar adalah memindahkan pengetahuan ( transfer of knowledge ) ke orang yang belajar. Fungsi mind atau fikiran adalah untuk menjiplak struktur pengetahuan yang sudah ada melalui proses berfikir yang dapat dianalisah dan dipilah, sehingga makna yang dihasilkan dari proses berfikir seperti ini ditentukan oleh karakteristrik struktur pengetahuan tersebut. Siswa diharapkan akan memiliki pemahaman yang sama terhadap pengetahuan yang diajarakan. Artinya, apa yang dipahami oleh pengajar atau guru itulah yang harus dipahami oleh siswa.
Demikianlah halnya dalam pembelajaran, siswa dianggap sebagai objek pasif yang selalu membutuhkan motivasi dan penguatan dari pendidik. Oleh karena itu, para pendidik mengembangkan kurikulum yang terstruktur dengan menggunakan standar-standar tertentu dalam proses pembelajaran yang harus dicapai oleh siswa. Begitu juga dalam proses evaluasi belajar siswa diukur hanya pada hal-hal yang nyata dan dapat diamati sehingga hal-hal yang bersifat tidak teramati kurang dijangkau dalam proses evaluasi.
Implikasi dari teori behavioristik dalam proses pembelajaran dirasakan kurang member ruang gerak yang bebas bagi siswa untuk berkreasi, bereksperimentasi dan mengembangkan kemampuannya sendiri. Karena system pembelajaran tersebut bersifat otomatis-mekanisme dalam menghubungkan stimulus dan respon sehingga terkesen seperti kinerja mesin atau robot. Akibatnya siswa kurang mampu berkembang sesuai dengan potensi yang ada pada diri mereka.
Karena teori behavioritik memandang bahwa pengetahuan telah terstruktur rapidan teratur, maka siswa atau orang yang belajar harus dihadapakan pada aturan-aturan yang jelas dan ditetapkan terlebih dahulu secara ketat. Pembiasaan dan disiplin menjadi sangat esensial dalam belajar, sehingga siswa lebih banyak dikaitkan dengan penegakan disiplin. Kegagalan atau ketidak mampuan dalam penambahan pengetahuan dikategorikan sebagai kesalahan yang perlu dihukum dan keberhasilan belajar atau kemampuan dikategorikan sebagai bentuk perilaku yang pantas diberi hadiah. Demikian juga, ketaatan pada peraturan dipandang sebagai penentu keberhasilan belajar. Siswa atau peserta didik adlah objek yang berperilaku sesuai dengan aturan, sehingga control belajar harus dipegang oleh system yang berada diluar diri siswa

  

Behavioristik merupakan salah aliran psikologi yang memandang individu hanya dari sisi fenomena jasmaniah, dan mengabaikan aspek–aspek mental. Dengan kata lain, behaviorisme tidak mengakui adanya kecerdasan, bakat, minat dan perasaan individu dalam suatu belajar.
Menurut teori ini, peristiwa belajar semata-mata melatih refleks-refleks sedemikian rupa sehingga menjadi kebiasaan yang dikuasai individu. Refleks yang bisa meberikan respons kepada peserta didik dalam proses pembelajaran.
Kaum behavioris menjelaskan bahwa belajar sebagai suatu proses perubahan tingkah laku dimana reinforcement dan punishment menjadi stimulus untuk merangsang pebelajar dalam berperilaku. Tujuan pembelajaran menurut teori behavioristik ditekankan pada penambahan pengetahuan, sedangkan belajar sebagai aktivitas mimetic, yang menuntut pembelajar untuk mengungkapkan kembali pengetahuan yang sudah dipelajari dalam bentuk laporan, kuis, atau tes.

Saran yang dapat penulis sampaikan dari makalah ini, sebaiknya dalam proses pembelajaran di sekolah-sekolah tidak cenderung menggunakan teori belajar behaviorisme pada semua jenjang pendidikan karena teori ini hanya berpusat pada guru dan siswa tidak diberikan kesempatan untuk mengembangkan daya imajinasinya sehingga siswa cenderung menjadi pasif dan kurang kreatif, dan teori belajar behaviorisme sekarang ini hanya pas digunakan untuk melatih anak-anak yang membutuhkan dominasi orang dewasa.

Pengertian, prinsip, perkembangan, dan gerak motorik untuk teori pembelajaran hendaknya dipahami oleh para pendidik atau calon pendidik dan diterapkan dalam dunia pendidikan dengan benar, sehingga tujuan pendidikan akan benar-benar dapat dicapai. Dengan memahami berbagai teori belajar, prinsip-prinsip pembelajaran dan pengajaran, pendidikan yang berkembang di bangsa kita niscaya akan menghasilkan output-output yang berkualitas yang mampu membentuk manusia Indonesia seutuhnya

No comments:

Post a Comment

Teori Belajar Behaviorism Dalam Pembelajaran Pendidikan Jasmani Tingkat SMP

BAB I P ENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Belajar merupakan aktivitas individu yang melakukan belajar, yaitu proses kerja faktor inter...